
Oleh : SITI RIDHA FARIDA
Stunting atau perawakan pendek merupakan masalah gizi yang serius di Indonesia, di mana anak-anak mengalami pertumbuhan yang terhambat akibat kekurangan gizi kronis. Kejadian stunting dapat disebabkan karena kurangnya asupan gizi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, penyakit kronis pada ibu, atau kombinasi dari keduanya. Dampak buruk jangka pendek dari stunting adalah gangguan perkembangan otak, kecerdasan, pertumbuhan fisik, dan metabolisme tubuh. Sedangkan dampak jangka panjangnya yaitu menurunkan kemampuan kognitif yang akan berpengaruh pada prestasi belajar, penurunan kekebalan tubuh, dan risiko penyakit serius seperti diabetes, jantung, stroke, kanker, dan kecacatan di usia tua. Hal ini akan mengurangi kualitas sumber daya manusia, produktivitas, dan daya saing nasional (Astarani, Idris, and Oktavia, 2020).
Berdasarkan data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, angka stunting di Indonesia tercatat sebesar 21,5%, turun sebanyak 0,1% dari tahun sebelumnya. Meskipun ada penurunan, angka ini masih jauh dari standar WHO yang seharusnya dibawah 20%, dan juga jauh dari target penurunan 14% pada tahun 2024. Sedangkan untuk tahun 2025, target yang telah ditetapkan yakni penurunan angka stunting hingga 40% (RI, 2018).
Stunting sendiri berkorelasi signifikan dengan masalah kesehatan gigi. Karies gigi (gigi berlubang) pada anak dapat menyebabkan gangguan makan dan tidur sehingga berdampak pada terhambatnya konsumsi nutrisi dan sekresi hormon pertumbuhan. Anak yang mengalami stunting akan lebih rentan untuk mengalami karies gigi karena terjadi perubahan karakteristik saliva seperti penurunan laju alir dan pH (Abdat et at., 2020). Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jumriani tahun 2020 di Kecamatan Baros, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara tingkat karies gigi (gigi berlubang) anak pra-sekolah terhadap stunting yakni sebesar 3.3% responden dengan tinggi badan sangat pendek memiliki karies kategori tinggi dan sangat tinggi.
Salah satu upaya pencegahan stunting yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan sosialisasi atau penyuluhan kesehatan gigi dan pola hidup bersih kepada masyarakat. Misalnya seperti penyuluhan kesehatan gigi dan pola hidup bersih yang ditujukan untuk anak usia dini di sekolah yang dapat dihadiri oleh orangtua atau wali murid. Banyak orang tua yang belum menyadari pentingnya menjaga kesehatan gigi anak sejak dini seperti cara menyikat gigi secara teratur dan menghindari makanan manis yang berlebihan. Selanjutnya, penyuluhan pola hidup bersih sehat (PHBS) kepada orang tua yang berisikan tentang pentingnya kebersihan lingkungan, sanitasi, dan pola makan sehat. Kegiatan ini akan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan dan kebersihan gigi serta mendorong terciptanya lingkungan yang mendukung pertumbuhan generasi muda secara sehat dan optimal.
Kolaborasi atau kerja sama antara berbagai pihak, seperti sekolah, pemerintah, dan masyarakat, menjadi kunci dalam upaya pencegahan stunting. Dalam hal ini, lembaga filantropi dapat memainkan peran penting dalam melengkapi kebijakan pemerintah untuk mengatasi stunting melalui kolaborasi dan penggunaan sumber daya dalam advokasi dan pendampingan di bidang kesehatan, pangan, dan gizi (Yahya, 2022). Lembaga filantropi merupakan lembaga yang mengelola dan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, wakaf dan aksi kemanusiaan lainnya yang didapatkan dari masyarakat secara sukarela untuk kemudian disalurkan kepada yang membutuhkan.
Salah satu inovasi yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan peran instrumen keuangan filantropi adalah dengan mendistribusikan hasil pengelolaan dana filantropi (zakat, infak, sedekah, dan wakaf) menggunakan skema conditional cash transfers (CTCs). Di Indonesia, salah satu program CCTs dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH) telah berhasil menurunkan angka penderita stunting (Rizal & Doorslaer, 2019). Selain itu, dana filantropi dapat disalurkan untuk pengadaan akses fasilitas kesehatan dan juga sosialisasi penyuluhan kesehatan gigi dan PHBS diantaranya seperti sikat gigi, pasta gigi, dan makanan bergizi. Evaluasi dan pemantauan program juga menjadi bagian penting dari inisiatif filantropi. Dengan mengukur dampak dari program penyuluhan kesehatan gigi dan PHBS, lembaga filantropi dapat mengetahui efektivitas dari upaya yang dilakukan. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memperbaiki program di masa depan dan memastikan bahwa bantuan yang diberikan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
Kesadaran akan pentingnya pencegahan stunting harus ditingkatkan di semua lapisan masyarakat. Lembaga filantropi dapat berperan dalam kampanye publik untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya stunting dan pentingnya kesehatan gigi serta PHBS. Dengan mengedukasi masyarakat, memberikan akses terhadap sumber daya, dan membangun kolaborasi yang kuat, kita dapat menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif. Upaya ini tidak hanya akan mengurangi angka stunting, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup anak-anak dan masyarakat secara keseluruhan.
REFERENSI
Alfah, S., Nugrawati, N., Wijaya, A., Ekawati, N., & Adam, A. M. (2023). Penyuluhan Tentang Hubungan Stunting Dengan Kebersihan Gigi dan Mulut. JEUMPA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 23-27.
Anggina, D. N., & Dkk, U. A. (2023). PENYULUHAN DAN PEMERIKSAAN GIGI PADA ANAK SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN STUNTING PADA ANAK MERANJAT 1. Prosiding Kuliah Kerja Nyata Universitas Muhammadiyah Palembang, 1(1), 14-19.
Maulida, R., & Asmawati, W. O. (2024). Analisis Peran Yayasan Wadah Titian Harapan Dalam Upaya Penanggulangan Stunting. Mutiara: Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah, 2(2), 202-213.
Mirzal, H., & Putra, M. W. H. (2020). Pendistribusian dana wakaf dengan skema Conditional Cash Transfers (CCTs) sebagai solusi atas permasalahan stunting di Indonesia. Al-Awqaf: Jurnal Wakaf dan Ekonomi Islam, 13(2), 109-124.
Pratiwi, R., Sari, R. S., & Ratnasari, F. (2021). Dampak status gizi pendek (stunting) terhadap prestasi belajar: A literature review. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan, 12(2), 10-23.